(Anak SMA 1 Pekalongan dan Alumninya harus baca sampai tuntas)
Penulis : SN Ratmana
Buku Ensikolopedi sastrawan Indonesia karya Indarti Yuni Astuti terbitan penerbit Pertama Equator Media (2008) memuat 170 nama sastrawan Indonesia beserta ulasan singkat karya mereka. Buku ini terdiri dari 3 jilid, masing-masing dengan ketebalan sekitar 275 halaman. Pembagian jilid tidak didasarkan pada “angkatan” atau periodesasi kepengarangan mereka, melainkan atas dasar tahun kelahiran. Jilid I memuat sastrawan kelahiran tahun 1886 – 1927, Jilid II antara tahun 1927 – 1947 dan Jilid III memuat sastrawan kelahiran 1947 – 1975. yang tercantum paling awal adalah Abdul Muis (penulis roman Salah Asuhan), sedangkan Eka Kurniawan (penulis novel; Cantik Itu Luka) tercantum paling akhir.
Buku ini dibagikan Cuma-Cuma oleh Depdiknas kepada sekolah-sekolah yang menerima blockgrand perpustakaan. Beruntunglah sekolah-sekolah yang mendapatkannya karena buku ini memiliki nilai edukatif yang tinggi. Bagi masyarakat Pekalongan pada umumnya dan keluarga SMA Negeri Pekalongan pada khususnya, buku ini punya makna tersendiri. Mengapa? Pada jilid II tercantum 3 nama orang yang pernah duduk di bangku SMA Negeri Pekalongan ketika sekolah itu merupakan satu-satunya SMA Negeri di kota itu. Mereka adalah Taufik Ismail (T) yang tamat pada tahun 1956, SN Ratmana (S) tamat tahun 1957 dan Gunawan Muhammad (G) tamat tahun 1959.
Apakah mereka yang tercantum adalam ensiklopedi ini sudah representatif mewakili sastrawan Indonesia? Pertanyaan semacam itu dapat muncul karena penerbit maupun penulisnya adalah nama yang belum banyak dikenal oleh masyarakat sastra kita. Juga pada buku ini tidak dimuat biodata penulis, sehingga tidak jelas posisinya, apakah dia seorang dosen, kritikus, peneliti ataukah hanya sekedar peminat sastra saja. Andaikata ensiklopedi ini disusun oleh sebuah tim yang terdiri dari unsur-unsur yang kompeten, selain obyektifitas lebih terjamin juga menepis keraguan representatifitas nama-nama itu.
Adapun sastrawan Indonesia yang alumni SMA Negeri Pekalongan jelas tidak hanya TSG saja. Pada era trio itu saja ada nama-nama sastrawan yang karyanya disiarkan oleh media massa nasional. Misalnya Sukanto AG (penyair tamatan 1956), MD Zuhdi (penyair tamatan 1957), Hadi Oetomo (cerpenis tamatan 1958) dan yang sedikit muda lagi Usamah (cerpenis atau novelis tamatan 1962).
Alumni SMA Negeri Pekalongan yang tak terdapat Ensiklopedia tulisan Indarti, bukan karena kualitas mereka sebagai sastrawan dibawah Trio TSG, melainkan karena tulisan mereka belum sempat diterbitkan menjadi buku. Penyebab lain adalah masalah stamina mereka sebagai sastrawan. Mereka sudah keburu berhenti menulis sebnerlum memasuki usia senja.
Ada catatan yang cukup menarik tentang ketujuh alum ni SMA Negeri Pekalongan itu (Trio TSG + 4 kawan mereka yang seangkatan). Hanya Gunawan Muhammad dan MD Zuhdi saja yang berijasah SMA bagian A (jurusan bahasa). Selebihnya berasal dari SMA bagian B (jurusan IPA). Karena itu SMA Negeri Pekalongan pernah jadi bahan negeri tertawaan anatara Prof. Fuad Hasan (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam era Orba) dengan TS.
Pada bulan Oktober tahun 2000 SN Ratmana dianugerahi penghargaan sastra 2000 oleh Mendiknas atas buku kumpulan cerpennya yang berjudul “Asap Itu Masih Mengepul”. Penganugerahan dilakukan oleh Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin dalam upacara yang antara lain dihadiri oleh 2 mantan mentri pendidikan, yaitu Prof. Wardiman Joyonegoro dan Prof. Fuad Hasan. Dalam acara ramah-tamah sesudah penganugerahan, Taufik Ismail sebagai ketua dewan juri memperkenalkan SN Ratmana kepada Prof. Fuad Hasan. Maka terjadilah dialog sebagai berikut:
“Kenalkan, ini teman saya sekelas di SMA dulu” kata Taufik.
“SMA Mana” tanya Prof Fuad.
“SMA Negeri Pekalongan”
“Oo, kalau begitu SMA Negeri Pekalongan telah salah”
“Salah bagaimana?” tanya Taufik dan Ratmana serentak.
“Ya, salah. Bagaimana tidak salah, ada dokter hewan jadi penyair, sekarang ditambah lagi guru fisika jadi penulis cerpen”.
Maka bertigapun tertawa serentak. Memang kenyataan menunjukkan T sebagai dokter hewan tidak buka praktek pengobatan binatang, dan S sebagai guru fisika tidak pernah menulis buku tentang fisika, malah menulis cerpen dan novel.
Pada tahun 2000 juga, tapi pada bulan April, T dan S sempat bernostalgia di almamater mereka. Dalam kegiatan yang bertajuk SBSB (Sastarawan Bicara Siswa Bertanya) keduanya berceramah dan berdialog dengan siswa SMA Negeri Pekalongan di Pekalongan. Begitu juga ketika peluncuran novel “Sedimen Senja” karya S di taman Ismail Marzuki Jakarta pada bulan Maret 2006, T jadi salah seorang pembahas.
Timbul tanya: “Apakah sastrawan alumni SMA Negeri Pekalongan itu masih sering betemu?” jawabannya: “Ya” baik dalam urusan sastra maupun urusan pribadi, T dan S sering betemu. Padahal seorang tinggal di Jakarta yang lain menetap di Tegal. Malah petemuan non fisikpun mereka lakukan. Novel “Ketika Tembok Runtuh dan Bedil Bicara” karya S diberi pengantar oleh T. Setahun sebelumnya tepatnya tahun 2001 terbit kumpulan cerpen karangan S. pengantar buku itu ditulis oleh G. Buku yang dimaksud berjudul: “Dua Wajah dan Sebuah Sisipan”.
Jadi persaudaraan dan keakraban para sastrawan alumni SMA Negeri Pekalongan lestari sampai mereka memasuki hari tua. Demikian juga mereka masih terus kreatif.
Kembali kepada buku Ensiklopedi Sastrawan Indonesia. Kalau pada Jilid I tidak kita temukan alumni SMA Negeri Pekalongan, logis sekali. SMA Negeri Pekalongan (sekarang bernama SMA Negeri 1 Pekalongan) baru berdiri awal tahun 1950, ketika “sastrawan Jilid I” sudah lama meninggalkan masa remaja, bahkan ada yang sudah meninggal. Yang patut dipertanyakan dan mungkin jadi bahan penelitian, ialah mengapa pada Jilid III tidak ada alumni SMA Negeri Pekalongan, padahal jumlah SMA Negeri sudah lebih banyak, demikian juga jumlah siswanya. Begitu juga media massa dan sarana komunikasi mengalami kemajuan yang sangat signifikan dibanding setengah abad yang lalu. Hal ini seharusnya jadi tantangan bagi siswa SMA Negeri Pekalongan untuk tampil sebagai sastrawan sebagaimana yang pernah diaraih oleh “kakek kelas” mereka.
Kenyataan menunjukkan bahwa lahirnya sastrawan dimulai sejak masa SMA, bahkan sejak SMP. Contoh tentang itu dapat kita lihat antara lain (kecuali pada diri Trio TSG) pada diri WS Rendra (Solo), NH Dini (Semarang), Satyagraha Hoerip, Titi Said dan Alex Leo (Malang) dan masih banyak lagi lainnya.
Semoga kenyataan yang merupakan tantangan tersebut mendapat tanggapan yang positif dari para siswa SMA Negeri Pekalongan khususnya dan generasi muda umumnya, sehingga buku jenis itu Jilid IV dan jilid-jilid selanjutnya kembali memunculkan “Bocah Kalongan”.
Tegal, 20 Februari 2009
SN Ratmana
Jl. Rajawali I/13
Telpon (0283) 351966
HP. 081575207317
Tegal 52131
sumber :
http://gemapendidikan.com/2010/05/trio-sastrawan-nasional-tamatan-sma-negeri-pekalongan/