Selasa, 20 Juli 2010

Lambang Menwa, Mahawarman dan Artinya



Lambang Mahawarman : Perisai yang Agung




MAKNA LAMBANG
  1. Bintang di kanan atas dihadapan burung garuda dengan sayap kanan 6 (enam) dan kiri 7 (tujuh), leher 59 dan ekor enam dengan warna kuning emas dan melirik ke sebelah kanan.
  2. Di tengah-tengah di depan burung garuda terdapat simbul silang senjata pena dalam genggaman burung garuda dengan warna putih.
  3. Pita yang melandasi dengan warna putih dengan tulisan ditengah warna merah “ Widya Castrena Dharma Siddha”.
  4. Perisai yang menjadi alas warna hitam.


Arti dan Maksud
~ Bintang di kanan berarti cita-cita yang luhur, baik dan benar
~ Bulu sayap berjumlah 13, ekor 6 dan leher 59 (13 Juni 1959 = tahun kelahiran resimen mahawarman).
~ Perisai berarti sebagai komponen pertahanan Negara.


MAKNA SEMBILAN UNSUR LAMBANG



Perisai Segilima : Menggambarkan keteguhan sikap
Padi dan Kapas : Menggambarkan dasar bernegara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Bintang , Sayap Burung , Jangkar dan Lambang Polri : Resimen Mahasiswa berada di bawah naungan ketiga unsur angkatan dan Polri
Pena dan Senjata :
Di dalam pengabdiannya, wira melakukan keselarasan antara ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan.
Buku Tulis : Tugas pokok setiap wira adalah mengembangkan ilmu pengetahuan, di samping melaksanakan tugas-tugas kemenwaan.


Semboyan : "Widya Castrena Dharma Siddha" (Penyempurnaan pengabdian dengan ilmu pengetahuan dan keprajuritan)

Panca Dharma Satya dan Semboyan Resimen Mahasiswa Indonesia


  1. Kami adalah mahasiswa warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
  2. Kami adalah mahasiswa yang sadar akan tanggung jawab serta kehormatan akan pembelaan negara dan tidak kenal menyerah.
  3. Kami Putra Indonesia yang berjiwa ksatria dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
  4. Kami adalah mahasiswa yang menjunjung tinggi nama dan kehormatan Garba Ilmiah dan sadar akan hari depan Bangsa dan Negara.
  5. Kami adalah mahasiswa yang memegang teguh disiplin lahir dan batin, percaya pada diri sendiri dan mengutamakan kepentingan Nasional di atas kepentingan pribadi maupun golongan.
SEMBOYAN
Widya Castrena Dharmasiddha”
“Penyempurnaan pengabdian dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan


Kamis, 15 Juli 2010

Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon I/ITB




Pembentukan Batalyon I/ITB
Batalyon I/ITB Resimen Mahasiswa Mahawarman merupakan menwa tertua dan pelopor bagi berdirnya Menwa di tanah air, yang didirikan pada tanggal 20 maret 1965 berdasrkan surat keputusan Gubernur jawabarat No. KPTS 02/I/A/VIII/1965 dan keputusan menko Hankam/Kasab No. M/B/86/64. Dengn Komandan pertama Harjanto Dhanutirto . Cikal bakalnya dimulai dari 450 orang, batalyon wala ini (tebentuk pada 13 Juni 1959) dibentuk untuk menghadapi pemberontakan DI/TII KArtosuwiryo di Jawa Barat. Berdasarkan surat keputusan Menko Hankam/Kasab dan Mentri PTIP tahun 1962 wala diubah menjadi Resimen Mahasiswa Serbaguna yang dipersiapkan untuk menghadapi pembebasan Irian Barat dan konfrontasi denagn Malaysia. Kemudian Pada tahun 1965 berubah nama menjadi Resimen Mahasiswa Mahawarman.

Batalyon I/ITB di masa perang
Pada masa G30S/PKI, keberadaan resimen Mahasiswa Khususnya Batalyon I/ITB sangat efektif untuk menumpas sisa-sisa PKI. Salah satu peristiwa yang selalu diingat oleh seluruh anggota Batalyon I/ITB adalah peristiwa 19 Agustus 1966 yaitu ketika dua kompi batalyon I/ITB dengan senjata lengkap, menghadapi massa yang mengamuk dan menamakan dirinya “barisan sukarno”, yang terang-terangn ingin memberangus kampus ITB, pada peristiwa ini gugur seorang anggota Resimen Mahasiswa. Atas peristiwa ini Batalyon I?ITB mendapatkan cincin kehormatan yang langsung disematkan oleh pangdam siliwangi pada saat itu (Mayjen TNI H.R. Darsono) ke tunggul Batalyon I/ITB. Pada upacara tersebut Rektor ITB menyematkan rumbai berwarna merah pada tunggul sebagai tanda terimakasih almamater kepada Batalyon I/ITB.

Pada saat terjadi pendudukan kampus pada peristiwa NKK BKK tahun 1978, Rektor ITB yang ketika itu diwakilkan kepada Pak Wiranto Arismunandar maminta Batalyon I/ITB lewat surat perintah Rektor ITB No. 006/Rek/78 memnita untuk melaksanakan normalisasi kampus serta mengambil alih kampus secara halus dari tanan militer, serta melakukan pengamanan terhadap seluruh fasilitas kampus, serta membimbing mahasiswa baru memasuki kehidupan kampus.


Batalyon I/ITB saat ini
Pada saat ini batalyon I/ITB tidak lagi mengalami manghadapi ancaman dalam bentuk fisik dan kekuatan senjata. Pada masa ini pemerintah juga sepertinay tidak ingin melibatkan menwa dalam konflik besenjata selain sebagai rakyat terlatih yang secara tidak langsung menjaga stabilitas diamnapun kita berada tanpa melalui kekuatan senjata, melainkan dengan perilaku dan tindakan kita. Pada masa sekarang justru yang banyak terjadi adalah konflik horizontal antar kelompok masyarakat yang berbau SARA.

Visi yang dianut oleh Batalyon I/ITB harus berfungsi sebagai “Resimen Tempur” namun dalam kondisi damai (stabil) Batalyon I/ITB harus berfungsi sebagi “Resiman Pendidikan.”

Visi ini yang sekarang ini menjadi pegangan bagi pembinaan di Batalyon I/ITB, istilah resimen pendidikan berarti Resiemn Mahasiswa sebagai wadah dalam belajar tentang bela Negara, nilai-nilai keprajuritan , latihan jadi pengikut, latihan kepemimpinan, dan tempat pengembangan organisasi bagi tiap anggotanya. Batalyon I/ITB juga berperan sebagai “Pengawal Almamater” yaitu berfungsi untuk membantu kelancaran terselenggaranya program perguruan tinggi sesuai dengan tridharma perguruan tinggi, dan membantu acara-acara yang dilakukan oleh ITB, seperti Penerimaan Mahasiswa Baru, Pameran, Pasar Seni ITB, Wisuda, dan Dies Natalis.

Batalyon I/ITB juga mengadakan seminar-seminar dengan topic-topik yang sedang hangat di kalangan mahasiswa ITB, seperti Seminar dan Pameran Teknologi Hankam (SPTH), Seminar Entrepreneurship and Leadership, Peta Bakat, dan kegiatan umum lainnya. Serta Menwa juga ambil bagian dalam acara Bakti Sosial dan Bantuan Korban Bencana Alam.

Saat ini jumlah anggota sudah semakin meningkat dibandingkan dengan beberapa tahun lalu, hal ini tercipata karena semakin dikenalnya Menwa di kalanagn mahasiswa serta berkurangnya antipati mahasiswa terhadap militer. Bahkan sekarang semakin sering terdengar mahasiswa ITB yang ingin melanjutkan jadi perwira karir.

Resimen Mahasiswa yang dulunya adalah Komponen cadangan Nasional sekarang menjadi Komponen Pendukung pertahanan nasional, sebagaimana termaktub dalam UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan dalam Buku Putih Departemen Pertahanan.

Tidak semua Unibersitas memiliki Menwa, saat ini di ITB Menwa dipertahankan sebagai salah satu unit. Para anggota Menwa di setiap kampus membentuk satuan, yang disebut Satuan. Sebagai salah satu unit kegiatan kemahasiswaan, komandan satuan melapor langsung kepada rektor/pimpinan perguruan tinggi.

Resimen Mahasiswa mampunyai janji yang harus diletakkan dalam hati serta direalisaikan dalam bentuk karya nyata di kehidupan para anggota, janji tersebut adalah Panca Dharma Satya yang berbunyi sebagi berikut:

Sumber :
http://renivovre.wordpress.com/2009/01/07/resimen-mahasiswa-mahawarman-batalion-iitb/

Rabu, 14 Juli 2010

Trio Sastrawan Nasional Tamatan SMA Negeri Pekalongan

(Anak SMA 1 Pekalongan dan Alumninya harus baca sampai tuntas)

Penulis : SN Ratmana

Buku Ensikolopedi sastrawan Indonesia karya Indarti Yuni Astuti terbitan penerbit Pertama Equator Media (2008) memuat 170 nama sastrawan Indonesia beserta ulasan singkat karya mereka. Buku ini terdiri dari 3 jilid, masing-masing dengan ketebalan sekitar 275 halaman. Pembagian jilid tidak didasarkan pada “angkatan” atau periodesasi kepengarangan mereka, melainkan atas dasar tahun kelahiran. Jilid I memuat sastrawan kelahiran tahun 1886 – 1927, Jilid II antara tahun 1927 – 1947 dan Jilid III memuat sastrawan kelahiran 1947 – 1975. yang tercantum paling awal adalah Abdul Muis (penulis roman Salah Asuhan), sedangkan Eka Kurniawan (penulis novel; Cantik Itu Luka) tercantum paling akhir.

Buku ini dibagikan Cuma-Cuma oleh Depdiknas kepada sekolah-sekolah yang menerima blockgrand perpustakaan. Beruntunglah sekolah-sekolah yang mendapatkannya karena buku ini memiliki nilai edukatif yang tinggi. Bagi masyarakat Pekalongan pada umumnya dan keluarga SMA Negeri Pekalongan pada khususnya, buku ini punya makna tersendiri. Mengapa? Pada jilid II tercantum 3 nama orang yang pernah duduk di bangku SMA Negeri Pekalongan ketika sekolah itu merupakan satu-satunya SMA Negeri di kota itu. Mereka adalah Taufik Ismail (T) yang tamat pada tahun 1956, SN Ratmana (S) tamat tahun 1957 dan Gunawan Muhammad (G) tamat tahun 1959.

Apakah mereka yang tercantum adalam ensiklopedi ini sudah representatif mewakili sastrawan Indonesia? Pertanyaan semacam itu dapat muncul karena penerbit maupun penulisnya adalah nama yang belum banyak dikenal oleh masyarakat sastra kita. Juga pada buku ini tidak dimuat biodata penulis, sehingga tidak jelas posisinya, apakah dia seorang dosen, kritikus, peneliti ataukah hanya sekedar peminat sastra saja. Andaikata ensiklopedi ini disusun oleh sebuah tim yang terdiri dari unsur-unsur yang kompeten, selain obyektifitas lebih terjamin juga menepis keraguan representatifitas nama-nama itu.

Adapun sastrawan Indonesia yang alumni SMA Negeri Pekalongan jelas tidak hanya TSG saja. Pada era trio itu saja ada nama-nama sastrawan yang karyanya disiarkan oleh media massa nasional. Misalnya Sukanto AG (penyair tamatan 1956), MD Zuhdi (penyair tamatan 1957), Hadi Oetomo (cerpenis tamatan 1958) dan yang sedikit muda lagi Usamah (cerpenis atau novelis tamatan 1962).

Alumni SMA Negeri Pekalongan yang tak terdapat Ensiklopedia tulisan Indarti, bukan karena kualitas mereka sebagai sastrawan dibawah Trio TSG, melainkan karena tulisan mereka belum sempat diterbitkan menjadi buku. Penyebab lain adalah masalah stamina mereka sebagai sastrawan. Mereka sudah keburu berhenti menulis sebnerlum memasuki usia senja.

Ada catatan yang cukup menarik tentang ketujuh alum ni SMA Negeri Pekalongan itu (Trio TSG + 4 kawan mereka yang seangkatan). Hanya Gunawan Muhammad dan MD Zuhdi saja yang berijasah SMA bagian A (jurusan bahasa). Selebihnya berasal dari SMA bagian B (jurusan IPA). Karena itu SMA Negeri Pekalongan pernah jadi bahan negeri tertawaan anatara Prof. Fuad Hasan (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam era Orba) dengan TS.

Pada bulan Oktober tahun 2000 SN Ratmana dianugerahi penghargaan sastra 2000 oleh Mendiknas atas buku kumpulan cerpennya yang berjudul “Asap Itu Masih Mengepul”. Penganugerahan dilakukan oleh Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin dalam upacara yang antara lain dihadiri oleh 2 mantan mentri pendidikan, yaitu Prof. Wardiman Joyonegoro dan Prof. Fuad Hasan. Dalam acara ramah-tamah sesudah penganugerahan, Taufik Ismail sebagai ketua dewan juri memperkenalkan SN Ratmana kepada Prof. Fuad Hasan. Maka terjadilah dialog sebagai berikut:

“Kenalkan, ini teman saya sekelas di SMA dulu” kata Taufik.

“SMA Mana” tanya Prof Fuad.

“SMA Negeri Pekalongan”

“Oo, kalau begitu SMA Negeri Pekalongan telah salah”

“Salah bagaimana?” tanya Taufik dan Ratmana serentak.

“Ya, salah. Bagaimana tidak salah, ada dokter hewan jadi penyair, sekarang ditambah lagi guru fisika jadi penulis cerpen”.

Maka bertigapun tertawa serentak. Memang kenyataan menunjukkan T sebagai dokter hewan tidak buka praktek pengobatan binatang, dan S sebagai guru fisika tidak pernah menulis buku tentang fisika, malah menulis cerpen dan novel.

Pada tahun 2000 juga, tapi pada bulan April, T dan S sempat bernostalgia di almamater mereka. Dalam kegiatan yang bertajuk SBSB (Sastarawan Bicara Siswa Bertanya) keduanya berceramah dan berdialog dengan siswa SMA Negeri Pekalongan di Pekalongan. Begitu juga ketika peluncuran novel “Sedimen Senja” karya S di taman Ismail Marzuki Jakarta pada bulan Maret 2006, T jadi salah seorang pembahas.

Timbul tanya: “Apakah sastrawan alumni SMA Negeri Pekalongan itu masih sering betemu?” jawabannya: “Ya” baik dalam urusan sastra maupun urusan pribadi, T dan S sering betemu. Padahal seorang tinggal di Jakarta yang lain menetap di Tegal. Malah petemuan non fisikpun mereka lakukan. Novel “Ketika Tembok Runtuh dan Bedil Bicara” karya S diberi pengantar oleh T. Setahun sebelumnya tepatnya tahun 2001 terbit kumpulan cerpen karangan S. pengantar buku itu ditulis oleh G. Buku yang dimaksud berjudul: “Dua Wajah dan Sebuah Sisipan”.

Jadi persaudaraan dan keakraban para sastrawan alumni SMA Negeri Pekalongan lestari sampai mereka memasuki hari tua. Demikian juga mereka masih terus kreatif.

Kembali kepada buku Ensiklopedi Sastrawan Indonesia. Kalau pada Jilid I tidak kita temukan alumni SMA Negeri Pekalongan, logis sekali. SMA Negeri Pekalongan (sekarang bernama SMA Negeri 1 Pekalongan) baru berdiri awal tahun 1950, ketika “sastrawan Jilid I” sudah lama meninggalkan masa remaja, bahkan ada yang sudah meninggal. Yang patut dipertanyakan dan mungkin jadi bahan penelitian, ialah mengapa pada Jilid III tidak ada alumni SMA Negeri Pekalongan, padahal jumlah SMA Negeri sudah lebih banyak, demikian juga jumlah siswanya. Begitu juga media massa dan sarana komunikasi mengalami kemajuan yang sangat signifikan dibanding setengah abad yang lalu. Hal ini seharusnya jadi tantangan bagi siswa SMA Negeri Pekalongan untuk tampil sebagai sastrawan sebagaimana yang pernah diaraih oleh “kakek kelas” mereka.

Kenyataan menunjukkan bahwa lahirnya sastrawan dimulai sejak masa SMA, bahkan sejak SMP. Contoh tentang itu dapat kita lihat antara lain (kecuali pada diri Trio TSG) pada diri WS Rendra (Solo), NH Dini (Semarang), Satyagraha Hoerip, Titi Said dan Alex Leo (Malang) dan masih banyak lagi lainnya.

Semoga kenyataan yang merupakan tantangan tersebut mendapat tanggapan yang positif dari para siswa SMA Negeri Pekalongan khususnya dan generasi muda umumnya, sehingga buku jenis itu Jilid IV dan jilid-jilid selanjutnya kembali memunculkan “Bocah Kalongan”.

Tegal, 20 Februari 2009

SN Ratmana

Jl. Rajawali I/13

Telpon (0283) 351966

HP. 081575207317

Tegal 52131


sumber : http://gemapendidikan.com/2010/05/trio-sastrawan-nasional-tamatan-sma-negeri-pekalongan/